JAKARTA, BUKAN CUMA PERSOALAN WILAYAH (Point Of View Mahasiswa Rantau)
Awal Pertama Mengijakan Kaki Di Monas |
Tabik......
Hari ini tanggal
15 Desember 2019. Setelah 4 tahun 5 bulan berada disini dan sekarang saat yang
mungkin bisa dibilang berat bagi saya, yaitu hari dimana saya akan meninggalkan
Jakarta untuk waktu yang lumayan lama sepertinya. Tanggal 2 Oktober lalu saya
sudah diwisuda, dan sudah banyak teman-teman yang meninggalkan Jakarta lebih
dulu untuk pulang kembali ke daerah masing-masing. Akan tetapi tidak bagi saya
dan sebagian teman yang tersisa sampai saat ini, begitu berat rasanya
meninggalkan tempat dimana kita merajut asa mengukir cerita dengan tawa dan air
mata.
Yaa ….. Jakarta
bagi saya bukan hanya persoalan wilayah belaka, lebih dari itu Jakarta menjadi
tempat yang sangat penuh dengan cerita. Di kota ini semua bercampur jadi satu,
cerita cinta, persahabatan, kebahagiaan, kekecewaan, bahkan tidak sedikit
cerita bagaimana susahnya saya dan kawan-kawan yang lain dalam menjalani hidup
jauh dengan keluarga.
Mungkin untuk cerita
kali ini akan sedikit Panjang dan mellow mengingat banyaknya hal yang ingin
saya abadikan disini sekaligus menceritakan kembali untuk berbagi tawa dan air
mata dengan para pembaca sekalian. Dan untuk penulisannya mungkin akan random
tidak berurutan dan hanya kejadian-kejadian yang membekas dalam ingatan
saya saja.
Pertama kali saya
datang ke kota ini adalah untuk melanjutkan Pendidikan di Politeknik STMI
Jakarta melalui Program Beasiswa TPL. Lingkungan yang asing, orang-orang baru,
teman-teman baru. Yang saya kenal pertama pada saat itu hanya 3 orang (Teh Maya,
Teh Rikeu dan A Memeng), ya mereka adalah orang-orang yang pertama saya kenal
karena mereka senior saya di Program Beasiswa ini yang berasal dari daerah yang
sama. Seiring berjalannya waktu kami yang saat itu ber 30 orang (seangkatan)
mulai akrab dan saling mengenal karakter masing-masing. Memang dari 30 orang
ini hampir semua berasal dari daerah yang berbeda-beda dan tinggal dalam
beberapa asrama.
Oh saya ada cerita
yang mungkin gak bisa saya lupakan di awal-awal saya masuk asrama, jadi entah
bulan keberapa saya tinggal di asrama, yang pasti waktu itu kondisi keuangan
saya sudah mulai goyah sedangkan kiriman dari orang tua masih lama. Dan disitu
saya Bersama rekan saya Fariz Siregar a.k.a Paris yang memang sudah dekat
sedari awal saya tinggal di asrama berinisiatif untuk meminjam uang kepada
salah satu teman kami yang satu asrama juga. Dan apa coba hasilnya?? Percobaan
berhutang kami yang pertama gagal dengan dalih si teman tersebut pun sedang
tidak ada uang karena belum dapat kiriman. Oke lah tak apa, tidak logis juga
ketika kita minjem duit tapi maksa. Akan tetapi sore harinya ketika saya dan si
paris ini sedang rebahan sembari menahan rasa lapar tiba-tiba si teman yang
tadi siang kita mau minjem duit datang bersama 2 temennya dengan membawa
barang-barang belanjaan yang entah itu apa. “Bangsat…. Katanya gak ada duit
tapi belanja banyak segala macem” gerutu saya dalam hati. Saya rasa si paris
juga merasakan hal yang sama. Dulu awal-awal saya tinggal di asrama bisa
dibilang sejahtera lah, bawa beras, stock mie instan dan duit pun masih
lumayan pegang banyak. Dan saya berfikir kalo kita baik sama orang lain,
termasuk si teman yang itu, ya orang lain juga akan baik, saat itu saya
memberikan cuma-cuma stock mie saya, bahkan saya tidak segan untuk
memberikan pinjaman kepada teman-teman yang lain. Tapi itu gak berlaku di
Jakarta ini, Jakarta keras borr malah lebih kejam dari ibu tiri…. Oke pelajaran
pertama yang saya dapat, ‘Jangan Terlalu Baik Sama Orang’.
Setelah menahan
lapar yang entah berapa lama akhirnya turun juga transferan dari orang tua si
paris yang seakan membawa angin segar di tengah kegersangan gurun pasir. “Ris,
tar gua nyari duit dulu di saku-saku celana, takutnya kita mati di jalan pas
mau ngambil duit ke ATM” kelakarku yang di sambut dengan ketawa si paris.
Akhirnya saya menemukan uang recehan sebesar Rp.3.000, yang langsung kami
belikan kerupuk 2 dan air mineral sebotol di warung Pak Haji. “Salah za kita
beli kerupuk sama air” ucap si paris. “Soalnya pas kena air nih kerupuk di
perut jadi ciut, laper lagi kita” sambungnya yang disambut dengan ketawa kita
berdua. Dan setelah mengambil uang, kita masuk ke salah satu warung padang
untuk pembalasan.
Dan ada kejadian
lucu ketika beberapa hari sebelum wisuda, saat itu saya menemui orang tua si
paris yang sudah sampai di Jakarta. “Hey mama, masih ingat saya tidak?” tanyaku
sembari menyodorkan tangan untuk bersalaman dengan mereka. “Siapa yaa nak? Mama
lupa” jawabnya dengan logat khas Bataknya. “Ini Deza ma, yang tempo hari
kelaparan bareng sama anak mama sampe nelpon sambil nangis-nangis itu ma”
jelasku yang disambut dengan pelukan mama si paris. “Yaa Allah nak, mama kira
siapa.” Jawabnya. Ada kehangatan keluarga disitu yang walaupun saya bertemu
dengan mereka untuk pertama kalinya. Setelah itu saya ngobrol-ngobrol sedikit
dengan mereka sebelum akhirnya pulang ke asrama saya.
Pada saat
perkuliahan memasuki semester 2 diadakan pengocokan kembali asrama yang mana
saya harus pindah asrama, menyeuaikan diri lagi dengan teman-teman yang belum saya tau bagaimana karakternya. Akan
tetapi, seiring berjalannya waktu kami sudah akrab bahkan seperti keluarga
sendiri dan tidak segan-segan untuk saling minjamkan uang ketika salah satu
dari kita kehabisan uang. Tapi lebih sering saya sih yang minjem hahaha gak
sendiri kok, ada juga si ciwong sama si gayo hahaha. Yaa, memang patokan sebuah
persahabatan yang sudah seperti keluarga adalah ketika sudah berani saling
pinjam uang hahaha.
Perlu kalian
ketahui, pola hidup kita khususya saya sama si ciwong ya bisa dibilang apa yaa,
nyeleneh lah hahaha. Kami lebih baik gak makan dari pada gak ngerokok sama gak
ngopi, dan kebiasaan itu kebawa sampe sekarang. Ibarat kami punya uang 10.000,
sebenernya bisa buat beli makan, atau seenggaknya beli mie instan lah, tapi tidak
buat kami, kami lebih memilih untuk beli rokok 4 batang kembaliannya kopi ABC Mocca
sama Granita. Dan Alhamdulillah nya, walaupun pola hidup kita jauh dari
sehat ya seingat saya belum pernah kami sakit.
SquadOne |
Untuk mendukung
kehidupan selama di Jakarta, kami punya yang namanya ATM berjalan, yaa, ATM
berjalan sebutan kami untuk orang-orang yang sering kami jadikan tempat pinjam
uang. Adapun orang-orangnya adalah Cabe, Uus, dan Kyek. Terima kasih buat
kalian, rasanya peran kalian dalam hidup saya tidak bisa dipandang sebelah
mata. Selain ATM berjalan, saya juga seringkali ‘Ngutang’ ke warung untuk
sekedar menyambung hidup. Terima kasih warung teteh pojok, emak pojok, mamang
pojok, dan warung ancu.
Rasanya ini
tulisan udah gajelas yaak hahaha, bodo amat lah. Saya nulis bukan buat kalian
kok, belum tentu ada yang baca juga sih, hahaha.
Kayaknya untuk
sekarang segini dulu aja, Insya Allah nanti ada part 2 untuk
membahas kisah percintaan saya selama di Jakarta.
Thx.........................
Gajelas jiir hahahaha
ReplyDelete