BEKERJA : ANTARA (MENGUBUR) IDEALISME PRIBADI DAN (DIPERKOSA) IDEALISME ATASAN

Ilustrasi
(Sumber: konfrontasi.com)

Tabik...

Udah lama gak ngebacot disini...

Sebulan terakhir ini saya mulai menjalani rutinitas yang baru dalam hidup. Sebuah fase yang lebih tinggi dari sebelumnya, yaa... BEKERJA.

Fase ini yang mungkin selalu dijadikan tujuan banyak orang yang sedang berada di fase sekolah atau kuliah, termasuk saya. Dan ternyata bukan ini yang saya inginkan, bukan pekerjaanya, melainkan sisi lain dari kehidupan  yang sedang dijalani saat itu (belajar), yaitu jauh dari tuntutan harus ini itu dan bebas melakukan sesuatu tanpa harus mendengar dan menuruti instruksi orang lain.

Pada kenyataannya, dunia kerja lumayan memaksa kita untuk meninggalkan idealisme kita.

Memang dalam dunia pekerjaan tidak ada yang namanya dosen killer, tugas, kuis dadakan, UAS/UTS dan skripsi. Akan tetapi, disini kita dituntut untuk meninggalkan idealisme yang dari dulu kita bangun demi sebuah materi.

Seorang teman pernah berkata:

Ketika memasuki dunia kerja, semua orang akan meninggalkan idealismenya dan sedikit demi sedikit akan mengarah pada kapitalisme.

Pada bagian awal saya lumayan setuju, akan tetapi tidak untuk bagian terakhir. Mungkin kata 'KAPITALIS' akan lebih tepat apabila diganti dengan kata 'REALISTIS'.

Yaa, ini bukan sebuah pembelaan dari saya. Seseorang yang menjual idealismenya demi sebuah materi, akan tetapi lebih kepada hasil pertimbangan satu dan lain hal yang 'Memaksa' saya untuk meninggalkan idealisme tersebut karena kalo saya mati-matian mempertahankan idealisme tersebut saya akan susah untuk bertahan hidup. Realistis bukan???

Yaa kalo gitu bukan idealisme lah kalo masih bisa dituker materi mah.

Gini lho gini, semakin bertambah usia, bagi sebagian orang berkembang juga pola dan cara berpikirnya, jadi untuk melakukan sesuatu pasti melewati pertimbangan yang sangat panjang.

PERTAMA, kondisi perekonomian.
Saya bukan berasal dari keluarga yang kalo lagi bete bilangnya "Bosen nih, pengen beli mobil." Atau "Suntuk banget hari ini, nyari tiket ke Singapore ah."

Saya berasal dari latar belakang keluarga yang bisa dibilang sederhana, orang tua berpisah sedari saya kecil, tinggal bersama nenek dan dari kecil sudah terlatih untuk mengubur dalam-dalam sebuah keinginan karena keadaan ekonomi.

Jadi setelah mempertimbangkan segala hal, saya memutuskan untuk tidak lagi memegang idealisme saya yang dulu dan menukarnya dengan materi.

KEDUA, tuntutan.
Mungkin untuk hal ini tidak semua orang mengalami, dikarenakan kondisi perekonomian tadi, maka saya mendaftar sebuah beasiswa yang mana dalam perjanjiannya disebutkan bahwa setelah lulus harus kontrak kerja pada instansi terkait.

Untuk hal ini saya tidak masalah, saya bersyukur bisa mengenyam bangku kuliah dengan gratis sedangkan diluar sana banyak sekali orang yang tidak dapat melanjutkan pendidikan hanya karena masalah ekonomi.

Sempat saya sharing dengan beberapa kawan yang juga 'MENJUAL' idelismenya untuk materi dan hampir semua alasan pertimbangannya sama. Malah dia bercerita tentang beratnya menjalani masa-masa dimana dia 'DIPERKOSA' oleh idealisme atasannya. Disatu sisi dia melepaskan idealismenya demi sebuah materi dan disisi lain dia harus bekerja penuh tekanan demi idealisme atasannya. Miris sekali....

Mungkin bagi sebagian orang sangat mudah untuk mempertahankan sebuah idealisme dengan menggunakan materi atau jabatan yang dia miliki. Contoh, seseorang yang berpeluang untuk mengembangkan potensinya dengan berpindah bidang pekerjaan harus gagal hanya karena idelaisme atasan yang tidak memberi izin pindah dengan alasan "kamu kompeten dibidang ini." (Biasanya terjadi pada pekerjaan yang berhubungan dengan birokrat).

Rasanya tidak sebanding menukar idealisme yang sedari dulu dipegang teguh hanya dengan sebuah materi yang rasanya tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan (curhat ajig).

Sepertinya saya harus belajar lebih mengenai konsep hidup diperkosa.

Kehidupan itu terkadang kayak diperkosa, mau gak mau, siap gak siap dan enak gak enak, tetap harus kita nikmati.

Ketika kita sudah bisa menikmati sesuatu sepahit apapun itu, biasanya akan menjadi 'Jamu' bagi kita. Artinya pasti akan ada impact untuk diri kita yang mungkin tidak akan terasa sekarang, mungkin beberapa waktu kedepan baru akan terasa.

Kalo ada yang sedang atau akan mengalami hal seperti saya, satu pesan saya. Enjoy aja, nikmati prosesnya. Ambil ilmu pelajaran dalam setiap kejadian  apapun.

Mungkin idelaisme yang dulu kita pegang gak cocok dengan diri dan kehidupan kita, lalu kemudian Tuhan memaksa kita untuk meninggalkan idealisme tersebut dengan memberikan pekerjaan tersebut dan mungkin nanti kita akan menemukan idealisme yang lebih cocok untuk kondisi diri kita dari pekerjaan tersebut.

Tuhan kan maha Asyik.

Mungkin sampai disini dulu perjumpaan kita, kalo ngerasa ada temen atau kerabat yang dikira harus baca tulisan ini share aja jangan sungkan :))

Salam Literasi....

Comments

Popular posts from this blog

JAKARTA, BUKAN CUMA PERSOALAN WILAYAH (Point Of View Mahasiswa Rantau)

BELAJAR PERIHAL TUJUAN HIDUP DAN KEGAGALAN DARI ANAK KECIL DAN HUJAN

CURHAT SEORANG ANAK ‘KORBAN’ BROKEN HOME